Selasa, 08 Maret 2011

Sahabat dan Kegagalan

Oleh: Elka Ferani

Elka, apa kabar? Aku mau buka usaha,  jual es dan makanan kecil. Kira-kira makanan apa yang enak dan nggak cepat basi?

Demikian bunyi SMS dari salah seorang sahabatku di seberang pulau. Aku mengerutkan kening, membaca kembali SMS tersebut, sembari menebak-nebak. Apakah …, apakah…, dia jadi …?

Tak ingin kubiarkan pikiranku terus dipenuhi tanda tanya. Segera kubalas SMS-nya dengan mengabarkan kondisiku, kemudian balik menanyakan kabarnya.


Baik. Proses cerai juga sudah hampir selesai …

Deg! Benar dugaanku! Innalillaahi

Bukan satu-dua kali aku pernah mendengar berita tentang perceraian. Sering sekali. Dan tak ada rasa apa pun. Namun jika perceraian itu menimpa sahabat sendiri, ternyata rasanya sungguh berbeda. Antara percaya dan tidak. Dan tentu saja, ikut sedih dan prihatin. Apalagi, baru sekitar delapan bulan sebelumnya sahabatku itu datang ke kotaku bersama suaminya dalam rangka berlibur. Hanya berdua saja. Karena dua tahun menikah, mereka tak jua dikaruniai momongan. Tapi kulihat mereka terlihat mesra, seakan tak ada masalah apa pun.

“Ada kista di rahimku,” katanya. “Aku gemukan, ya? Gara-gara suntik hormon, nih!” lanjutnya ceria sambil menjawil-jawil pipi putri kecilku, Aira. Suaminya, lelaki yang terlihat sangat penyabar itu, ikut tersenyum-senyum di sampingnya.

Waktu itu, bertahun-tahun sudah aku tak bersua dengannya. Perjumpaan terakhir terjadi saat ia menghadiri resepsi pernikahanku di tahun 2005. Lalu, lama aku tak mendengar kabar tentangnya. Hingga suatu hari, dari seorang sahabatku yang lain, aku mendengar dia akan menikah. Kukirim SMS ucapan selamat kepadanya, sambil sedikit protes, “nikah kok gak ngundang-ngundang atau minimal kasih kabar?”

“Cuma kecil-kecilan saja kok acaranya, nggak dirayakan,” balasnya singkat.

Sahabatku yang satu ini memang berasal dari keluarga sederhana. Kini ia tinggal dan bekerja di kampung halamannya sendiri, sebuah kota kecil di salah satu sudut Pulau Jawa. Aku sedikit takjub ketika sekitar delapan bulan yang lalu dia datang ke kotaku bersama suaminya, dengan membawa sebuah mobil bagus mengkilat yang diakuinya sebagai mobilnya. Jujur, aku tak menyangka hidupnya telah sedemikian mapan.

Begitulah. Setelah menghabiskan waktu liburan beberapa hari di Bali, dia dan suaminya kembali pulang ke kota mereka. Dan hidupku terus berjalan dengan warna-warni yang datang silih berganti. Kadang senang, kadang susah. Kadang bersyukur, namun tak jarang juga mengeluh.

Beberapa bulan berlalu. Suatu hari tiba-tiba dia meneleponku, bertanya sesuatu terkait hukum talak. Aku yang tak siap mendapat pertanyaan semacam itu, sempat gelagapan dibuatnya. “Emang siapa yang mau cerai?” tanyaku.

Dia menghela nafas. “Aku,” lirihnya.

“Ya Allah,” bisikku. Aku tak tahu harus berkomentar apa. Selanjutnya, kucoba menyimak ceritanya, dengan suara yang terdengar timbul-tenggelam karena sinyal ponsel yang tak terlalu bagus. Aku hanya bisa manggut-manggut mendengar ceritanya, karena sejujurnya aku tidak terlalu paham. Hanya saja, waktu itu kusimpulkan permasalahannya tidak terlalu parah. Hubungan mereka tentu masih bisa diperbaiki, dan kuharap demikian.

Namun kemarin, SMS yang dikirimnya telah menyadarkanku, bahwa harapanku tidak menjadi kenyataan. Biduk rumah tangga sahabatku benar-benar telah karam …

***

… aku gagal di satu audisi menulis. Sedih rasanya, mengingat sudah habis-habisan membuat tulisan itu, meluangkan banyak waktu, tenaga, pikiran, sempat mengacuhkan anak-anakku juga …

Demikian bunyi SMS yang kuterima keesokan harinya, dari seorang sahabatku yang lain. Aku tertegun. Sedikit tak percaya SMS itu ditulis olehnya. Dia adalah sahabat yang kukenal lewat dunia maya. Kami belum terlalu lama saling mengenal, dan belum pernah satu kali pun kami bertatap muka secara langsung. Namun, aku dapat menyelami kepribadiannya lewat tulisan-tulisannya yang dikirimnya di Facebook. Mestinya, dia bukanlah tipe orang yang suka menangisi kegagalan.

Sejenak bingung harus menjawab apa, akhirnya aku cuma bisa memberinya nasehat klise. Sabar, pasti ada hikmah di balik semua itu. Mungkin Allah sedang menegurmu. Bla … bla … bla …

Lalu dia pun membalas lagi. Bla … bla … bla … (Intinya, masih sedih)

Kubalas lagi. Bla … bla … bla …

Setelah balasan yang kesekian, baru mulai kulihat muatan positif dalam SMS-nya.

“Ah, Tuhan menghibur hatiku tadi. Saat hendak menutup layar leppy, aku melihat raut wajahku di sana. Suara hatiku tiba-tiba bilang, hei, tersenyumlah. Ketika aku tersenyum, suara hatiku bicara lagi, nah, begini yang tentunya diharapkan Allah. Hamba-Nya rajin tersenyum dan berlapang dada, daripada cemberut dan berburuk sangka. Percayalah rezeki dan keberkahan tak akan lari ke mana, teruslah berusaha! Jika hati selalu dimuati muatan positif, maka muatan negatif akan pergi dengan sendirinya …”

Subhanallah. Bahagianya hatiku. Sahabatku sudah bisa tersenyum lagi. Dan aku pun merasa turut kecipratan aura positif dari kalimat-kalimatnya.

Kami lantas mengobrol satu-dua hal lain. Aku bahkan sempat sedikit curhat sedikit kepadanya soal masalahku. Kali ini, ganti dia yang menghiburku dengan untaian kata-kata penuh inspirasi. Bla … bla … bla …

“Kalau dipikir-pikir, kita ini beruntung, ya? Muslimah, berjilbab, menikah, punya suami yang baik, anak sepasang, bisa menulis …,” tulisnya lagi, entah di SMS yang keberapa.

Tentu saja, kita amat-sangat beruntung sekali, jawabku dalam hati, dengan mata sedikit berkaca, karena detik itu juga aku teringat pada sahabatku tercinta di seberang pulau, yang amat-sangat mendambakan anak, dan baru saja dicerai secara dzalim oleh suaminya. Semoga, di sana ia juga tengah mensyukuri beribu nikmat Allah yang lain, meskipun satu-dua nikmat telah tercabut dari dirinya. Semoga ia tabah dan mampu kembali bangkit.

Bukankah Allah tak pernah menutup satu pintu tanpa membuka pintu yang lain?

Jimbaran, 8 Maret 2011
17.24 wita
Ketika baru saja menerima sebuah rezeki besar: lolos salah satu audisi menulis :-)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ingin LANGSING dan SEHAT dengan
JUICE NUTRISI rasa es krim?

Tanya saya bagaimana!

081-999-548-688 | http://www.DietAsyik.blogspot.com | www.facebook.com/elkaferani

Entri Populer